APH Harusnya Periksa Sekretaris DPRD Lampung.
7 September 2023
Provinsi Lampung|KBNI–News|Mencuatnya kasus pemalsuan dokumen CV CJ yang dilakukan seorang pegawai tenaga harian lepas (PTHL) Sekretariat DPRD Lampung guna mendukung kegiatan reses wakil rakyat pada tahun 2022 lalu, yang telah menjadi perbincangan publik, semestinya ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum (APH) dengan melakukan pemeriksaan terhadap Sekretaris DPRD, Tina Malinda.
Karena suatu hal yang mustahil, seorang tenaga honor atau PTHL berani melakukan pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan pertanggungjawaban penggunaan anggaran hampir Rp 2,5 miliar, jika tanpa perintah pimpinan.
Demikian kesimpulan wawancara dengan dua tokoh Lampung, Antoni AT, SH, seorang praktisi hukum, dan Gunawan Handoko, praktisi politik dari Partai Ummat, Kamis (7/9/2023).
Dikatakan Antoni, sesuai ketentuan perundang-undangan, praktik pemalsuan dokumen yang berimplikasi kepada cairnya anggaran pemerintah merupakan delik mutlak, bukan aduan. Atau tidak tergantung pada adanya tuntutan dari korban pemalsuannya.
“Itu sebabnya, sudah menjadi keharusan bagi APH untuk melakukan pemeriksaan hingga kepada pimpinan tertinggi di lembaga itu yaitu Sekretaris DPRD Lampung,” imbuh Antoni.
Ditambahkan, dalam kasus pemalsuan dokumen di Sekretariat DPRD Lampung ini, nyata-nyata telah terjadi kerugian negara, dalam hal ini keuangan Pemprov Lampung. Karenanya, perkara ini masuk ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2021. Antoni menjelaskan, dalam tata kelola keuangan pemerintah dan pertanggungjawabannya, kurang tepat bila dikerjakan oleh tenaga honor, karena yang bersangkutan tidak memiliki wewenang atau jabatan terkait hal tersebut.
“Secara kasat mata kita bisa menilai, apa yang dilakukan PTHL di Sekretariat DPRD Lampung itu, pasti atas perintah pimpinan lembaga tempat dia bekerja,” ujarnya.
Sementara praktisi politik dari Partai Ummat, Gunawan Handoko, menjelaskan, duduk perkara pemalsuan ini jelas memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
“Terlepas dari itu semua, saya menilai sangat keterlaluan yang dilakukan pimpinan pada Sekretariat DPRD Lampung dengan ‘mengorbankan’ seorang PTHL demi melancarkan kerakusannya menilep uang rakyat,” kata Gunawan Handoko.
Menurutnya, tidak mungkin seorang PTHL berani memalsukan dokumen tanpa arahan atasannya.
“Kita semua sering mendengar banyaknya praktik akal-akalan di Sekretariat DPRD Lampung untuk meraup keuntungan pribadi dan kelompoknya dari uang rakyat yang ada pada APBD. Dan sekarang, hal itu terungkap berkat kerja profesional BPK RI Perwakilan Lampung. Sudah seharusnya bagi APH, baik dari Polda maupun Kejati, untuk menelisik kasus ini hingga ke akar-akarnya,” tutur Gunawan, panjang lebar.
Diakuinya, adanya temuan BPK tersebut kembali menunjukkan lemahnya Inspektorat dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
“Hal ini bukti bila benar-benar pengawasan dan pengendalian dari Inspektorat sekarang ini sangat lemah. Mestinya pejabat di Inspektorat malu, karena banyak penyimpangan justru menjadi temuan BPK,” ucap dia.
Hal senada dikatakan Antoni. Ia menyarankan kepada Gubernur Arinal Djunaidi untuk mengevaluasi pejabat Inspektorat.
“Jelas benar kalau Inspektorat selama ini tidak bekerja secara baik. Yang fungsinya kita tahu yaitu mengawasi dan menindak adanya penyimpangan kebijakan atau disiplin ASN,” kata Antoni.
Sebelumnya, praktisi hukum Yulius Andesta juga menyatakan perkara pemalsuan dokumen ini masuk dalam kasus tipikor.
“Menurut saya, sangat jelas kasus pemalsuan dokumen mengatasnamakan CV CJ itu masuk ranah tipikor.
Sebab yang dirugikan adalah uang negara. Dalam hal ini uang rakyat daerah Lampung yang ada di dalam APBD,” kata praktisi hukum senior di Lampung, Yulius Andesta, Selasa (5/9/2023) petang.
Namun, lanjut Yulius, pada kasus pemalsuan dokumen seperti yang terjadi di lingkungan Sekretariat DPRD Lampung itu, penyidik biasanya mengaitkan juga dengan tindak pidana umum. Yaitu pasal 263 KUHPidana.
Dijelaskan, pasal 9 UU Tindak Pidana Korupsi, berbunyi: Pejabat yang dengan sengaja memalsukan buku atau daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi dapat dipenjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp 250 juta.
Seperti diberitakan sebelumnya, melalui LHP Atas Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2022, BPK RI Perwakilan Lampung menemukan adanya praktik pemalsuan surat atau dokumen di lingkungan Sekretariat DPRD Lampung berkaitan dengan kegiatan reses para wakil rakyat. Berupa pengadaan sewa tempat/tarup/tenda beserta konsumsi berbentuk nasi kotak dan kudapan.
Dalam SPJ atas reses 10 anggota DPRD Lampung Dapil VI tersebut, dituliskan bila penyedia jasa adalah CV CJ.
Namun setelah dilakukan cek lapangan, BPK menemukan fakta jika perusahaan tersebut telah tidak beroperasi lagi sejak tahun 2021. Menyusul wafatnya JE sebagai direktur perusahaan.
RD anak JE, kepada BPK menegaskan, pihaknya tidak pernah melakukan pengadaan pada Sekretariat DPRD Lampung pada tahun anggaran 2022. Dan seluruh tanda tangan serta stempel perusahaan yang terdapat dalam SPJ, bukan dari CV CJ. Alias telah dipalsukan.
Akibat pemalsuan dokumen perusahaan ini, uang rakyat Lampung yang “dimakan” oknum di Sekretariat DPRD Lampung mencapai Rp 2.476.800.000. Berdasarkan penelisikan, BPK RI Perwakilan Lampung, pelaku pemalsuan dokumen tak lain adalah NSS, seorang PTHL yang bertugas pada bagian aspirasi, humas, dan protokoler Sekretariat DPRD Lampung.
Mengacu pada temuan BPK dinyatakan, NSS mengakui bila SPJ kegiatan reses Dapil VI selama tahun 2022 dibuat oleh dirinya. Yang ia tulis berdasarkan proposal kegiatan awal yang diberikan oleh pendamping kegiatan reses, bukan berdasarkan jumlah riil yang dilaksanakan.
Terkait dengan SPJ atas nama CV CJ, demikian diungkap BPK, NSS mengakui merupakan SPJ yang dibuat dan ditandatangani sendiri oleh dirinya.
Sebagaimana diketahui, pada tahun anggaran 2022 lalu, 85 anggota DPRD Lampung melakukan reses sebanyak tiga kali. Yaitu pada tanggal 21 sampai 28 Februari, 24 sampai dengan 31 Mei, dan pada tanggal 8 hingga 15 September, dengan total biaya yang dipakai mencapai Rp 24.480.000.000.
Uniknya, dalam tiga tahap kegiatan reses, dana yang dikeluarkan selalu sama. Yaitu Rp 8.160.000.000 dalam satu kali reses. Sehingga dengan tiga kali reses, anggaran untuk anggota DPRD Lampung menyambangi konstituennya berjumlah Rp 24.480.000.000.
Kesamaan penggunaan anggaran untuk setiap tahap reses ini, menurut praktisi politik dari Partai Ummat, Gunawan Handoko, tentu saja sangat tidak realistis.
“Kan setiap reses tidak mungkin hanya di tempat yang sama. Soal jarak atau kontituen saja pasti berbeda. Kalau akhirnya anggaran yang di-SPJ-kan sama pada setiap tahap reses, ya itu bukti adanya permainan dalam penggunaan uang rakyat,” kata Gunawan Handoko.
Tarman. Fakta.